Annissa Gultom memulai karir Museologinya di 2006 dengan menjadi asisten kurator di beberapa pameran temporer di Museum Sejarah Jakarta. Kombinasi pendidikan di Arkeologi (2005) dan Museum Studies (2010) menjadi bekalnya dalam mengembangkan aspek kreatif, studi audiens, pengembangan lembaga dan sumber daya dalam sebuah sistem permuseuman.
Sejak perencanaan museum provinsi Papua Barat di 2012, Annissa kemudian banyak terlibat dalam revitalisasi museum di Indonesia. Pameran tetap Museum Sejarah Jakarta yang baru di 2017-2018 adalah praktik termutakhirnya di Indonesia sebelum memutuskan bermigrasi ke Uni Emirat Arab. Kedua ujung spektrum pengalaman permuseuman tersebut menjadi pemantik bagi Annissa untuk meninjau kembali arti “masa kolonial” yang sulit ditemui dalam museum-museum Indonesia. Annissa menjadi salah satu perwakilan dari Asia dalam pembahasan konteks cara pandang post-kolonial terhadap koleksi museum bersama Goethe Instituut, Humboldt Forum dan museum-museum Jerman di Jakarta (2017), Kuala Lumpur (2017) dan Berlin (2018). Pada International Convention of Asian Scholars Conference ke-12, 24-28 Agustus 2021 lalu, Annissa menjadi bagian dari roundtable yang membahas “Shared heritage: Postcolonial Realities in Southeast Asia”. Beberapa buah pencapaian dalam kariernya di Indonesia antara lain Museum Kain, Bali (2012-2016); Biennale Jakarta-JIWA (2017-2018) dan pameran permanen Museum Sejarah Jakarta (2017). Kini Annissa berdomisili di UEA dan telah terlibat dalam pengembangan museum-museum di UEA (Abu Dhabi, Dubai, Ras Al Khaimah) dan Ethiopia (Addis Ababa).